Jarak
tempuh yang cukup singkat antara lokasi penempatan saya (kecamatan Nangapanda)
menuju ibukota kabupaten ende yaitu kota Ende, membuat saya sering mengunjungi
kota Ende untuk refreshing. Kota Ende yang bercuaca sangat panas dan terletak
dekat dengan pantai ini menyimpan beberapa keunikan tersendiri. Di kota Ende
terdapat sebuah bandara kecil. Tertarik mengenal kota Ende? Cobalah untuk
berkunjung kemari.
Kota
kecil ini memiliki tekstur jalanan yang sedikit mendaki. Ada sebuah universitas
swasta dan beberapa akademi di sini, sehingga kota Ende bisa dibilang ramai.
Transportasi umum sangat lancar dan tarifnya terjangkau, yaitu ojek dan
bemo/angkot (kalau orang sini menyebutnya oto). Oto beroperasi hingga malam
hari pukul 20.30 WITA. Oto di kota Ende tidak jauh berbeda dengan bemo kecil
yang ada di Jawa. Yang membedakan adalah otonya yang full musik dan ada hiasan
boneka-boneka di dashboard-nya. Musik disetel dengan volume yang sangat
kencang. Suatu hal yang mengagetkan saya ketika awal-awal naik oto di sini.
Namun, masyarakat terbiasa dengan volume yang sangat kencang itu. Dengan musik
perjalanan lebih asik, kira-kira itulah slogannya.
oto bemo yang full musik dan boneka |
Transportasi
umum lain yang bisa digunakan adalah jasa ojek. Tarifnya murah, yaitu 2000-3000
rupiah saja. Kami masih sering salah dalam membedakan antara tukang ojek dengan
pengendara motor biasa. Beberapa kali saya salah menyetop orang, saya kira
tukang ojek ternyata bukan.
Ada juga alat trasportasi umum yang disebut
dengan bis kayu. Bis yang satu ini memang terbuat dari kayu. Penasaran?
Wujudnya tidak lain adalah truk! Muahahaha. Bis kayu melayani transportasi dari
kota Ende menuju kecamatan-kecamatan yang daerahnya mendaki dan sulit ditempuh
dengan oto bemo. Di dalam bis kayu tersusun bangku kayu yang berjejer-jejer.
Inilah yang membedakan antara bis kayu dengan truk yang biasa saya lihat di
Jawa. Orang naik bis kayu tidak perlu capek-capek berdiri karena sudah disediakan
bangku.
inilah wujud bis kayu |
Dilihat
dari segi keagamaan, 70 % masyarakat kota Ende menganut agama Katolik dan 25%
muslim. Ada banyak daerah di Kabupaten Ende yang penduduknya katolik semua,
biasanya daerah pegunungan. Kalau daerah pesisir pantai muslimnya sekitar 25-30
% dan di Pulau Ende 100% muslim. Toleransi antar agama di kota Ende sangat
baik. Umat beragama hidup rukun. Di Kota Ende terdapat lumayan banyak musholla.
Namun, siap-siap bawa mukenah sendiri bagi muslimah yang hendak shalat di situ
sebab masjid dan musholla tidak menyediakan mukenah umum. Masyarakat Ende pada
umumnya ramah.
Harga
makanan di Ende lebih mahal daripada di Jawa. Sebagai contoh perbandingan, di
Jogja saya bisa makan seporsi nasi ayam bakar seharga 7000 rupiah. Kalau di
Ende harganya 15-20 ribu rupiah. Ya. Hampir semua harga makanan dan minuman di
sini lebih mahal 2 kali lipat dibanding harga makanan di Jawa. Mau yang murah?
Nikmati kesegaran es kelapa muda campur gula jawa dan susu di depan lapangan
PERSE ende. Cukup merogoh kantong 3000 rupiah per gelas. Es bubur di pojok
pasar Ende juga murah. Hanya dengan 3000 rupiah kita bisa menikmati semangkok
es bubur.
Kalau
malam hari perut keroncongan, tidak perlu khawatir. Masih banyak warung makan
yang buka. Di Ende, ada pasar yang ramenya pada malam hari. Yaitu Pasar
Senggol. Kalau Pasar Ende ramainya hanya dari pagi sampai siang saja. Jajanan yang
saya sukai di Ende adalah mi ayam di dekat swalayan Hero, bakso Solo Baru,
jagung bakar di lapangan PERSE dan bakso pentol 500-an. Awal datang kemari, ada
teman bercerita bahwa di Ende ada swalayan Hero. Yang terlintas di bayangan
saya adalah supermarket Hero yang besar seperti yang ada di Jawa. Ternyata,
swalayan Hero di Ende tidak seperti dugaan saya. Swalayan ini hanya minimarket
sebesar indomaret.
Nah,
sekarang saatnya menjelajah kota Ende. Ingat proklamator kita? Di kota Ende ada
rumah pengasingan Bung Karno dan taman renungan Bung Karno. Selain itu, kita
bisa duduk-duduk menikmati suasana pantai di sore hari atau menghabiskan senja
di dermaga Ippi dan pelabuhan Ende. Masih belum puas? Arahkan perjalanan untuk
berkeliling kota Ende dan melihat tekstur alamnya yang berbukit.
Inilah
beberapa tambahan hal unik tentang Ende:
1.
Dibanding daerah lain di Flores, Ende adalah kota yang memiliki prosentase
muslim terbanyak dibanding daerah lain.
2.
Telitilah sebelum membeli barang. Jangan lupa melihat tanggal kadaluarsanya.
Saya sering menemukan barang (mie instan, vitamin, makanan kaleng, biskuit,
dll) yang tanggal kadaluarsanya sangat mepet. Tinggal seminggu lagi misalnya!
Bahkan kadang ada yang sudah kadaluarsa. Lamanya proses pengiriman barang
mungkin menjadi penyebabnya.
3.
Kain tenun dan batik khas Ende memiliki corak tersendiri. Harganya memang
mahal, sih.
4.
Harga barang sangat tinggi. Ibaratnya sayur seikat di Jawa seharga 1000 disini
harganya 3000. Sulit juga untuk mencari udang, kepiting ikan air tawar. Harga
ikan memang terjangkau, tapi nggak lebih murah dari harga ikan di pesisir
pantai Jawa. Jadi, kalau mau tinggal di sekitar pesisir Ende, siap-siap aja
sering makan ikan!
5.
Anjing berkeliaran. Ups...tapi tenang aja...anjingnya nggak sebanyak anjing di
pulau Dewata.
6.
Lumayan banyak orang Jawa yang merantau di Ende. Mayoritas mereka jualan di
sini. Ada juga yang pegawai, guru, dosen. Seringkali aku bertemu orang Jawa
yang jualan di pasar dan mereka langsung mengenaliku sebagai orang Jawa dari
wajah dan logatku. Hehehe....
7.
Jangan khawatir,orang-orang Flores hanya garang di luarnya saja. Suara mereka
memang keras dan wataknya keras. Namun, mereka ramah-ramah kok. Tidak semua
orang Flores berkulit hitam. Saya punya teman orang asli Ende yang wajahnya
mirip orang arab dan mirip orang Jawa.
8.
Toko-toko di Ende tutup pada siang hari (jam 13.00-16.00 WITA). Jam tersebut
digunakan untuk istirahat.
Nah,
untuk ulasan mengenai wisata di kabupaten Ende (yang nggak berada di kota
Ende), akan saya ceritakan dalam tulisan-tulisan lainnya. Jadi, kapan Anda mau
ke Ende? :)