Keesokan
harinya, kami berkumpul di kantor bupati untuk pembagian sekolah penempatan
masing-masing. Rencananya, pertemuan ini akan dihadiri Pak Bupati, tetapi tidak
jadi karena beliau sedang berhalangan hadir. Aku sempat was-was karena namaku belum
tercantum di daftar pembagian sekolah penempatan. Akhirnya, Pak Abu meminta
kepada dinas agar aku ditempatkan tidak di desa yang pelosok. Aku sih sudah
berdoa dan menguatkan mental seandainya dapat tempat yang belum ada listriknya,
susah sinyal dan terpencil banget.
Pak
Abu dan perwakilan dinas mengatakan bahwa aku ditempatkan di sebuah SMA di
kecamatan Nangapanda. Mereka bilang, daerah itu masih semi kota. Dalam hati aku
sedikit lega. Siang harinya, Pak Kepala Sekolah menjemputku dan kami berangkat
menuju lokasi penempatanku. Sepanjang jalan, aku takjub memandangi alam bumi
Flores ini. Teksturnya berkelok-kelok dan berbukit-bukit. Di samping jalan ada
tebing, bukit dan hutan. Di sampingnya lagi ada jurang dan pesisir pantai
sepanjang perjalanan. Sungguh mengagumkan. Jalan raya trans Flores tidaklah
lebar dan tidak banyak cabangnya. Tidak ada juga lampu lalu lintas.
Perjalanan
menuju kecamatan Nangapanda jaraknya 30-35 kilometer dari kota Ende. Perjalanan
memakan waktu 1 jam kalau menggunakan motor dan 1,5 jam dengan bemo=oto=angkot.
Angkotnya full musik. Bagi yang tidak terbiasa melakukan perjalanan yang
kondisinya berliku, harus siap-siap tahan pusing dan mual. Hehehe....
Siang
itu, tibalah kami di lokasi penempatan (Desa Ondorea, kecamatan Nangapanda).
Desa ini menghadirkan banyak surprise bagiku. Mayoritas rumah penduduk terbuat
dari dinding bambu, ada yang bambu serut dan ada pula yang bambu anyaman. Hanya
di pusat kecamatan saja yang bisa dilewati air PAM. Untuk desa Ondorea, belum
ada aliran PAM sehingga semua penduduknya menggunakan sumur timba pribadi atau
numpang di sumur tetangga. Di spot-spot tertentu, sinyal sulit dijangkau.
Namun, di pusat kecamatan sinyal lancar. Ada listrik, tetapi dimaklumi saja
karena sering padam. Hehehe...
Desa
penempatanku berada di pesisir pantai. Bahkan di sekolah penempatanku
berbatasan langsung dengan pantai yang terletak di belakang pagar sekolah.
Debur ombak selalu terdengar menghiasi hari-hariku di sekolah. Angka malaria di
kecamatan ini sangat tinggi karena letaknya yang di pesisir dan ada aliran
sungai. Orang-orang mengatakan bahwa aku beruntung dapat penempatan dengan
transportasi lancar. Bemo ada dari pagi sampai malam, dari kota Ende menuju
kecamatan Nangapanda. Tarifnya 7000 rupiah per orang. Naik ojek juga bisa,
tarifnya 20-25 ribu per orang. Untuk transportasi tempat dalam kecamatan
Nangapanda, bisa naik ojek dengan tarif dua ribu rupiah. Murah, bukan?
Mayoritas
penduduk bekerja serabutan : ada yang jadi pedagang kecil-kecilan, jualan,
tukang ojek, tukang bangunan, kuli, nelayan, berkebun, dan lain-lain. Kelompok
masyarakat ini hidup damai dalam keterbatasan kondisi mereka. Sebagian kecil
masyarakat bekerja menjadi PNS, guru, bisnis, pegawai, bidan, perawat. Kelompok
masyarakat ini biasanya memiliki sandang-pangan-papan yang lebih baik.
Pasar
di kecamatan ini hanya ada seminggu sekali, yaitu pada hari senin. Pada hari
lain, masyarakat desa bisa membeli kebutuhan dapur di toko kecil, warung dan
kios sayur yang ada di pusat kecamatan. Ikan favorit yang banyak dibeli adalah
ikan tembang (ikan yang mirip pindang, tapi lebih kecil), ikan teri dan
ikan-ikan kecil karena harganya yang terjangkau. Untuk ikan-ikan besar harganya
lebih mahal. Kalau dulu di Cilacap aku terbiasa menemani ibuku belanja ke pasar
untuk beli ikan-ikan besar (mujair, mas, gurameh, nila, kakap, layur dan
sejenisnya), kini aku harus membiasakan diri puas dengan lauk seekor-dua ekor
ikan kecil saja. Hehehe...
Ada
beberapa cerita miring yang kudengar dari orang-orang. Konon katanya daerah ini
ilmu dukun dan mistisnya kuat, banyak penampakan swanggi (makhluk jadi-jadian).
Kalau orang iri hati sukanya main dukun untuk membunuh orang lain. Selentingan
itu cukup untuk membuat bulu kudukku merinding. Namun, kembali kumantapkan
hatiku. Tujuanku di sini kan baik, untuk mengabdi cari pengalaman. Tuhan akan
selalu menjagaku. Biarlah cerita-cerita negatif itu menjadi angin lalu saja.
Selain
cerita yang bernada negatif, di sisi lain kecamatan Nangapanda memiliki
keindahan alam yang menarik. Lihatlah senja di pantai desaku. Indah, bukan?
Senja, selalu memberikan nuansa yang berbeda. Meski telah berkali-kali
kulalui....
Namun,
ada juga desa-desa di kecamatan Nangapanda yang jauh dari pantai. Yaitu
desa-desa yang letaknya terpencil dan mendaki.
(bersambung)
Tidak ada komentar
hay. feel free to say anything, except SPAM :-D . i don't want to miss any comment and i will approve your comment here.
If anyone feel that I have"something wrong" in this article, please let me know immediately and i will repair it.