Adalah
sebuah SMA di kecamatan ini, menjadi tempatku bertugas selama satu tahun.
Sekolah ini memiliki 250 siswa, terdiri dari kelas X sebanyak 4 kelas, kelas XI
sebanyak 4 kelas dan kelas XII sebanyak 5 kelas. Ada pantai persis di belakang
halaman sekolah yang dipagari tembok. Apakah sekolah ini mirip dengan sekolah
yang ada di film Laskar Pelangi? Oh, tentu saja berbeda jauh. Sekolah ini
memiliki halaman yang luas, banyak kelas dan bangunan berdinding tembok.
Terdapat sebuah laboratorium komputer dengan jumlah komputer 4 unit. Nah,
lumayan bukan untuk ukuran sekolah pedesaan? :)
Sebagai
guru kontrak pusat, aku tidak mengalami kesulitan dalam membaur dengan
guru-guru yang asli flores dan mengajar di sini. Mereka menyambutku
dengan baik. Tidak butuh waktu yang lama bagiku untuk menyesuaikan diri
dengan kondisi dan kebiasaan sekolah yang berbeda 180 derajat dengan
kondisi lingkunganku dulu. Ibarat gambar di kertas, hidupku makin banyak
saja warnanya dan semakin terlihat indah.
Satu
hal yang sangat membuat saya terkejut adalah budaya menghukum murid dengan
kekerasan. Katanya sih, kalau nggak dengan cara kekerasan, siswa nggak akan
menurut. Kapan-kapan saya akan membahas mengenai kekekrasan dalam mendidik dan
dampaknya di postingan lain. Intinya, kekerasan ini sudah bagian dari budaya di
sini. Dari kecil, siswa sudah terbiasa dididik dengan kekerasan dalam
keluarganya dan kebiasaan itu berlanjut hingga mereka remaja.
Namun,
ada sisi baik yang dimiliki oleh siswa di sini adalah lebih ‘tahan banting’
dalam bekerja. Inilah yang membuat saya kagum. Mungkin karena sebagai orang
flores mereka terbiasa melakukan pekerjaan yang menguras tenaga fisik. Di sini,
siswa terbiasa kerja bakti dalam lingkungan sekolah. Misalnya angkat batu untuk
membangun kelas baru, angkat pasir, sampai menanam kacang-kacangan di kebun
sekolah. Bayangkan, sumber mata air masih sulit di sekolah ini. Siswa harus
menimba dari sumur yang jaraknya jauh dan mengangkatnya menggunakan ember.
Sekolah
penugasanku ini termasuk disiplin, lho. Bapak Kepsek adalah pemimpin yang
disiplin, berpikiran maju, asik untuk diajak bertukar pikiran dan memiliki dedikasi
tinggi dalam memajukan sekolah. Perjuangan beliau tidak sia-sia. Kualitas
sekolah ini meningkat dan baik di mata publik.
Siswa
kelas XII diasramakan. Jangan bayangkan asrama itu seperti asrama-asrama
sekolah yang pernah kita lihat. Asrama di sekolahku ini sangat sederhana. Di
sinilah siswa kelas XII tinggal dan pada malam harinya ada kegiatan belajar
malam di kelas pada pukul 18.30-22.00 WITA, kecuali malam minggu. Mereka masak
sendiri dan nyuci sendiri dong. Terbiasa hidup dalam kondisi serba terbatas
membuat mereka lebih mandiri dan ‘tahan banting’. Kalaupun fakta menunjukkan
prestasi akademik siswa yang rendah, kurasa itu karena motivasi belajar mereka
yang rendah. Mereka tidak bodoh. Mereka hanya belum sadar untuk bersemangat
menuntut ilmu.
Banyak siswa kelas XII yang tahun kelahirannya 1990. Artinya, mereka sudah berumur 21-22 tahun! Bahkan ada pula yang 1989 dan 1986. Namun, tidak sedikit yang masih berusia 18 tahun. Usut punya usut, banyak siswa yang terlambat sekolah atau sempat berhenti sekolah untuk mengumpulkan biaya. Rata-rata mereka masuk SD pada umur 7 tahun.
Kini,
sudah
6 bulan aku bertugas di sekolah ini. Aku mendapat jam BK sebanyak 2 jam
per minggu untuk masing-masing kelas dan aku mengampu kelas X, XI dan
XII. Aku
cukup kesulitan karena aku tidak terbiasa dengan jam BK sebanyak 2 jam
itu,
sebab di Jawa BK itu hanya 1 jam. Selama 6 bulan bertugas, aku merasa
belum
memberikan jasa pada sekolah ini. Yang ada malah sebaliknya. Sekolah ini
telah
memberikan banyak hal padaku. Aku banyak belajar selama 6 bulan, mulai
dari
belajar bersabar, belajar bersyukur dan mandiri. Belajar menanam kacang
ijo dan
panen kacang ijo (untuk pertama kalinya seumur hidup).Oya, guru-guru
wanita juga sering masak bersama kalau sekolahan ada acara tambahan
seperti rapat, kegiatan-kegiatan khusus dan kegiatan ekstra bagi guru
(misalnya pembuatan perangkat pembelajaran dari siang hingga sore hari).
Usai masak, perlu menimba air dari sumur untuk mencuci piring. Kami
guru wanita masak di depan mess guru. Sekolah ini memang menyediakan
beberapa kamar sederhana di mess guru untuk beberapa guru yang
membutuhkan.
Ya.
Dalam kondisi yang serba terbatas, sekolah ini terus berbenah dan pihak sekolah
menjalankan program-program yang bertujuan positif : membangun dan meningkatkan
kualitas sekolah.
(bersambung)
Tidak ada komentar
hay. feel free to say anything, except SPAM :-D . i don't want to miss any comment and i will approve your comment here.
If anyone feel that I have"something wrong" in this article, please let me know immediately and i will repair it.