Melihat
naga purba alias komodo? Ah, sudah sering tuh. Tapi cuma gambarnya doang, atau
lihat di acara televisi. Nah, pada ekspedisi kali ini saya dan teman-teman seprogram
berkesempatan untuk mengunjungi taman nasional komodo.Pagi itu, 27 Juni 2012,
kami berangkat dari Ende menuju Labuan Bajo-Kecamatan Komodo dengan naik bus
DAMRI carteran. Bus DAMRI berukuran sedang dan berkapasitas 20 penumpang ini
masih baru, kursinya saja masih dilapisi plastik sehingga nyaman untuk
ditumpangi.
Duduk
di kursi dekat jendela, saya bisa menikmati pemandangan alam Flores yang
teksturnya berbukit-bukit. Tampak jalanan berliku, jurang, tebing dan
perbukitan yang menghiasi sepanjang perjalanan kami. Namun, tidak semua daratan
Flores itu panas, gersang dan tandus. Ada beberapa daerah di Kabupaten Manggarai
yang berkabut tebal, memiliki undakan sawah dan cuacanya dingin.
Setelah
menempuh 14 jam perjalanan darat, akhirnya pukul 22.00 WITA kami tiba di Labuan
Bajo. Tekstur alam yang berbukit membuat perjalanan darat di flores tidak bisa
secepat menempuh perjalanan darat di Jawa. Apakah kami sudah sampai ke taman
nasional komodo? Oh, belum. Kami harus beristirahat semalam di penginapan dekat
dermaga Labuan Bajo. Tarif sewa per kamar adalah 50.000 IDR/malam untuk satu kamar
dengan kuota dua orang. Saat saya melihat kamarnya...hmmm not bad lah. Terdapat
fasilitas sebuah dipan kasur lebar dan sebuah kipas angin. Kamar mandi di luar
dan airnya terbatas. Penginapan itu letaknya strategis di samping pasar ikan. Pantas
saja kami dapat hiburan berupa bau ikan-ikan yang menusuk hidung. Hahaha. Karena
tidak ada fasilitas makan dari penginapan, kami makan di luar dengan harga yang
mahal. Misalnya: seporsi cumi ca jamur, nasi, teh hangat harganya 30.000 IDR.
Nggak apa-apa deh sesekali, asal jangan keseringan...bisa bangkrut. Hehe. Cita rasanya
mantap, sesuai dengan harganya.
|
dua porsi cumi ca jamur, pesanan saya dan mbak ayu |
|
Dermaga Labuan Bajo (difoto dari depan kamar penginapan lantai 2) |
Keesokan
harinya, 28 Juni 2012, kami bersiap untuk menuju taman nasional komodo dan
menyewa kapal motor sebagai sarana transportasi menuju rumah komodo. Kapal
motor ini kapasitasnya 15-20 orang. Tidak terlalu besar, tetapi ada kamar
mandinya. Ada sih kapal yang lebih bagus lagi, tapi harganya juga selangit.
Jadi, kami memilih yang biasa-biasa saja.
|
Berangkat naik kapal motor |
|
indahnya pemandangan di laut |
Menempuh
perjalanan di lautan, kami bisa melihat pemandangan laut yang luar biasa
indahnya. Hore! Tampak perbukitan dan pulau-pulau kecil yang memukau pandangan
mata. Terkadang ikan-ikan bermunculan melompat ke atas permukaan laut. Suara
musik yang diputar melalui handphone menambah suasana bahagia kami di
atas kapal motor. Beruntung kondisi lautan bagus (ombak tidak besar) dan cuaca
cerah. Setelah menempuh hampir 3 jam perjalanan laut, akhirnya kapal motor
merapat ke dermaga Loh Buaya di Rinca. Dengan bersemangat, saya turun dari kapal
motor dan melangkahkan kaki di sepanjang jembatan kayu menuju gerbang masuk
taman nasional komodo. Seperti mimpi saja, bisa mengunjungi langsung taman
nasional komodo yang selama ini saya lihat di media massa dan media elektronik.
|
welcome to komodo national park |
Puji
syukur, saya tiba juga di taman nasional komodo-Rinca. Lokasi ini memiliki hamparan alam yang
menakjubkan. Wow! Saya merasa seperti terjebak di gurun-gurun yang ada di
afrika. Bagaimana tidak. Kami disuguhi pemandangan yang nampak seperti gurun
savana. Indah, tetapi tandus dan gersang. Namun, pemandangan gersang itu tidak
lama. Berikutnya sudah banyak pepohonan bakau yang tampak menghiasi habitat
sang naga purba ini. Para bule banyak juga yang berkunjung kemari, lho. Setelah
lapor diri ke petugas, datanglah pemandu (rangers) yang akan menemani
trekking kami, sekaligus mengamankan kami dari kawanan komodo yang buas.
Pemandu juga membawa kayu dengan panjang sekitar 2 meter yang memiliki ujung
menyerupai huruf Y dan digunakan untuk menghalau komodo yang mendekat.
|
Gurun savana di pulau rinca |
Sekilas
info mengenai komodo yang saya dapat dari pemandu: Komodo (Varanus
komodoensis) dapat dijumpai di Taman
Nasional Komodo yang telah ditetapkan sebagai a World
Heritage Site oleh UNESCO. Rangers
berkata bahwa komodo aktif berjalan-jalan pada pukul 09.00-11.00 pagi dan
15.00-17.00 sore. Seekor komodo punya porsi makan yang luar biasa, yaitu seekor
kambing, rusa atau kerbau. Jumlah komodo betina sangat sedikit, makanya para
komodo jantan sering berkelahi untuk memperebutkan komodo betina. Para komodo
betina kadang juga berkelahi untuk berebut tempat bertelur. Ada-ada saja. Saya
membayangkan, pasti unik sekali berantemnya. Andai saja saya bisa melihatnya.
Komodo
berkeliaran dengan bebas di habitat mereka ini. Seekor anak komodo tampak
berjalan sambil menjulurkan lidahnya. Aha! Perlahan, saya mengikutinya dengan
niat ingin memotretnya. Namun, tak disangka si anak komodo itu sadar kamera dan
berbalik menuju arah saya. Saya terkejut dan buru-buru naik ke posko. Syukur
saja, si anak komodo pergi menjauh dan memanjat pohon dengan lincah.
Saya
pun turun dari posko. Di dekat kantor balai taman nasional komodo, saya melihat
tengkorak rusa dan kerbau yang ditempelkan di pohon. Kata pemandu, itu adalah
tengkorak hewan yang menjadi mangsa komodo. Wah. Saya menggeleng-gelengkan
kepala karena takjub dengan buasnya komodo. Jangan sampai salah satu dari
rombongan kami jadi mangsa berikutnya.
|
Tengkorak rusa dan kerbau di belakangku |
Tidak
jauh dari posko, terlihat seekor komodo tua berukuran sekitar 2 meter berjalan
perlahan. Namun, jangan salah. Jika sedang memburu mangsa, komodo ini geraknya
cepat sekali (18 km/jam). Selain itu, penciumannya tajam terhadap luka maupun
bau darah. Oleh karena itu, disarankan bagi wanita yang sedang haid untuk tidak
ikut trekking.
Saya
dan teman berjalan menuju dapur yang berupa rumah panggung. Di situ, terlihat 8
ekor komodo besar sedang bermalas-malasan. Kalau komodo yang besar sih nggak
bisa memanjat pohon. Ranger mengatakan bahwa komodo-komodo itu suka
berdiam di dekat dapur karena sering diberi makan. Selain itu, bau amis yang
sering muncul dari dapur membuat mereka betah berada di sekitar dapur. Tidak
mau kehilangan momen, saya mengabadikan para komodo itu dengan kamera digital.
Ah, andai saja tidak berbahaya, rasanya ingin memeluk hewan berukuran 2-3 meter
yang memiliki berat 90-100 kilogram itu. Berbahaya? Ya. Selain dikenal dengan
sebutan hewan pemangsa, rupanya air liur komodo mengandung 60 bakteri yang
mematikan. Pemandu kami bercerita, pernah suatu hari ada seorang pemandu yang
terkena air liur komodo saat melindungi wisatawan yang sedang trekking. Pemandu
tersebut segera dilarikan ke Denpasar untuk mendapat pengobatan sebelum
berakibat fatal.
|
komodo sedang bermalas-malasan. |
|
Komodoooooo |
Sekitar
pukul 13.30 WITA, kami kembali ke kapal dan menyantap makan siang karena perut
sudah ribut minta makan (lagi). Setelah itu, perjalanan pun berlanjut. Saya
tidak memiliki keinginan untuk tidur meskipun perut sudah kenyang dan badan
terasa agak lelah. Sebab, hamparan pemandangan laut yang indah sungguh sayang
untuk dilewatkan!
Kami
mampir di pulau kecil bernama Pulau Kelor yang memiliki pantai dengan pasir
berwarna putih. Setelah itu, kami juga sempat mampir di Pulau Bidadari yang
juga memiliki pasir putih. Nah, ini dia pantai yang asyik! Sama seperti pantai
di Pulau Kelor, pantai di Pulau Bidadari juga sepi dan nyaman. Lokasi ini
sangat cocok untuk snorkeling karena memiliki pemandangan bawah laut yang
indah. Namun, kapal tidak membawa peralatan snorkeling. Ya sudah, akhirnya kami
hanya bermain air dan berfoto narsis di pulau kecil nan cantik itu. Pokoknya
serasa berada di pantai milik sendiri deh!
|
Pantai di pulau kelor dengan batu karangnya yang indah |
|
pantai di pulau bidadari secantik nama pulaunya |
Waktu
beranjak semakin sore. Kamipun melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Labuan
Bajo. Beberapa teman saya ada yang tidur karena kelelahan seharian berkelana di
taman nasional komodo dan sekitarnya. Saya dan Mbak Ayu masih asyik mengobrol.
Di atas kapal yang berlayar, terlihat matahari perlahan tenggelam di balik
cakrawala. Sungguh sunset yang indah. Ditambah angin laut yang sepoi-sepoi dan
tidak kencang membuat siluet senja semakin memukau. Dari atas kapal saya
menikmati suasana senja dan sunset. Menikmati hembusan angin laut. Menikmati
pemandangan laut. Menikmati karunia Tuhan yang tak terkira. Menikmati seluruh
perjalanan ini. Kunjungan ke Pulau Kelor dan Pulau Bidadari adalah bonus seusai
mengunjungi taman nasional komodo.
|
indahnya sunset dilihat dari atas kapal |
Malamnya,
kami membeli souvenir, dinner di pinggir pantai dan bermalam di
penginapan. Barulah keesokan harinya 29 Juni 2012 kami melanjutkan perjalanan
pulang ke Ende. Bapak supir begitu tenang dan pintar dalam mengendalikan bus,
sehingga saya tidak mabuk darat selama perjalanan. Bus terus melaju
meninggalkan Labuan bajo diiringi alunan musik dangdut “iwak peyek...iwak
peyek...joged asolole...” untuk menghibur (dan membuat tertawa) penumpang.
Perjalanan
saya ini membuat saya semakin kagum akan keanekaragaman wisata alam di
Indonesia. Apalagi kini pemerintah makin memperhatikan Taman Nasional Komodo
untuk melestarikan komodo yang merupakan satwa langka. Aku merasa beruntung
bisa berwisata ke rumah ora (sebutan untuk komodo dalam bahasa daerah).
Taman Nasional Komodo memang pantas dijadikan salah satu keajaiban dunia. Maju
terus Taman Nasional Komodo! Maju terus pariwisata Indonesia!