Pada
tulisan ini, saya akan menceritakan tentang perjalanan saya mengunjungi
salah satu Kampung Adat yang ada di Kabupaten Ende, Flores, NTT.
Kampung Adat (Traditional House) ini terletak di desa Wologai Tengah,
Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende. Pemandangan rumah tradisional dan
kehidupan masyarakatnya yang masih alami, menjadi sebuah panorama yang
sayang untuk dilewatkan. Ya, Sobat Nida harus kemari! Hehehe...
Perjalanan
menuju Kampung adat memakan waktu 2 jam. Jauhnya sekitar 45 kilometer
dari Kota Ende. Lebih mudah jika ditempuh dengan kendaraan pribadi
(sepeda motor). Namun, lokasi kampung adat bisa juga ditempuh
menggunakan kendaraan umum. Kunjungan saya kemari sebenarnya insidental,
tidak direncana. Yaitu pada saat liburan April 2012.
Rute
perjalanan dimulai dari Kota Ende, berangkat lewat jalan trans
Ende-Maumere. Memasuki dusun Ekoleta (kecamatan Detusoko), terlihat
hamparan sawah yang memikat mata. Perjalanan masih berlanjut sekitar 20
menit dari dusun Ekoleta.
Akhirnya
saya tiba di desa Wologai Tengah. Tidak dikenakan tarif untuk memasuki
kampung adat ini, karena kampung adat ini berisi kumpulan rumah-rumah
tradisional yang dihuni oleh masyarakat pribumi. Usai memarkirkan motor,
saya minta ijin kepada seorang penduduk untuk bisa berjalan-jalan
mengelilingi kampung adat dan mengambil foto. Mereka sangat ramah dan
mengijinkan. Bahkan menemani saya berjalan keliling.
Serasa
terbang ke jaman lampau, itulah yang saya rasakan saat menikmati
indahnya arsitektur kampung adat ini. Hmmm...saya jadi berandai-andai.
Bagaimana rasanya menginap di rumah ini? Pasti mengasyikkan. Kedatangan
saya disambut oleh pohon beringin tua yang konon katanya berusia ratusan
tahun. Saya melangkahkan kaki dengan rasa takjub yang tidak
habis-habis. Barisan rumah tradisional yang merupakan warisan leluhur
sungguh memukau mata saya.
Kampung
adat tidak luas. Kampung ini memiliki sejumlah bangunan rumah adat yang
tradisional, tertata rapi membentuk lingkaran. Sa’o Ria, demikian
mereka menyebut rumah adat ini. Rupanya, kedatangan saya di siang hari
kurang tepat. Penduduknya sedang beristirahat di dalam rumah sehingga
saya tidak bisa memotret keseharian mereka dan isi di dalam rumah itu.
Travelling
akan semakin terasa mengasyikkan jika kita juga berinteraksi (ngobrol)
dengan penduduk sekitar. Pasti ada cerita unik yang akan kita
temui. Apalagi orang-orang di sini ramah. Seorang bapak bercerita bahwa
ada sebuah bangunan yang digunakan untuk mengubur tulang-belulang
leluhur yang mereka hormati. Mereka menjunjung tinggi adat dan warisan
leluhur.
Ya.
Kampung Adat seakan memancarkan aura magis yang unik. Eksistensi
kampung adat ini sangat mempesona. Kabarnya, sekitar tanggal 25
Agustus-15 September masyarakat adat desa Wologai melaksanakan sebuah
ritual panen padi yang dianggap sakral. Kampung yang sepi ini akan
meriah sekali karena masyarakatnya akan berpesta. Mungkin suatu saat,
saya akan kembali mengunjungi Kampung Adat ini untuk lebih memaknai dan
melihat tradisi masyarakatnya. Subhanallah... betapa kayanya Indonesia.
"Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujurat :
13)
.
Tulisan saya ini dimuat di Majalah Annida Online :
http://annida-online.com/artikel-5742-eksistensi-kampung-adat-wologai-tengah.html