Mendengar kata Kabupaten Bogor, sebelum
berdomisili di dalamnya saya mengira bahwa semua lini daerahnya rame dan maju.
Rupanya, Kotamadya Bogor dan Kabupaten Bogor merupakan dua daerah dengan
pemerintahan yang berbeda. Di kabupaten (yang memiliki 40 kecamatan) tempat
saya berpijak saat ini, masih ada daerah-daerah perkampungan yang bisa
dikatakan tertinggal dari segi pendidikan maupun perkembangan daerahnya.
Salah satunya adalah Madrasah Ibtidaiyah
Swasta (MI) Miftahussholah 2 yang berlokasi di di Kampung Cibuyutan, Desa
Sukarasa, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Kampung ini terletak diantara
lereng Gunung Lingga dan Gunung Sungging. Sekitar 3 tahun yang lalu, bangunan
sekolahnya belum permanen seperti ini. Namun, bantuan dari berbagai elemen
komunitas datang dan turut andil dalam membangun kondisi yang lebih layak.
Perjalanan saya ke sana dalam rangka ikutan
kegiatan Traveling and Teaching #2 (TnT #2) komunitas 1000 Guru Bogor. Kegiatan
ini dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan di wilayah
tertinggal di Bogor. Info tentang 1000 guru bisa sobat simak di webnya http://seribuguru.org/ . Nah...berikut ini
cuplikan perjalanan plus-plus saya! Plus fun teaching,,, plus traveling
maksudnya....
Welcome
to Kampung Cibuyutan!
Jam menunjukkan pukul 12 malam saat rombongan
tiba di Desa Sukarasa. Dengan moda kendaraan 2 truk tentara, rombongan menuju
kemari. Kegiatan Traveling and Teaching #2 ini dilaksanakan di Kampung
Cibuyutan, Desa Sukarasa, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor pada 13-15
November 2015. Kami berangkat jam 10 malam dari Kota Bogor, setelah berjam-jam
sebelumnya Kota Bogor dan sekitarnya diguyur hujan deras.
Kendaraan berhenti di Desa Sukarasa. Kami
semua turun dan berkumpul untuk briefing menuju lokasi. Panitia mengontak
beberapa warga asli sebagai penunjuk jalan. Akses menuju Kampung Cibuyutan
memang terisolir dan sulit ditempuh dengan kendaraan. Apalagi abis hujan gini,
jalanan yang mendaki dan terjal licin. Ditambah beberapa bagian jalan yang
dipenuhi batu kerikil tajam. Mungkin ke depannya hendak diaspal.
Jalan kaki menuju Kampung Cibuyutan |
Setelah berjalan kaki 1,5 jam bermodal senter
(ngga ada penerangan sama sekali!) sambil membawa tas masing-masing, rombongan
tiba di rumah penduduk yang dijadiin sebagai homestay. Ada 3 rumah, 2 untuk
putri dan 1 rumah buat nginap rombongan putra.
Hanya ada 1 kamar mandi/wc yang dipakai rombongan putri aja. Sang
empunya rumah menyambut kami dengan hangat.
Fun
Teaching sekaligus Menyelami Nuansa Kampung Cibuyutan
Setelah terpejam sekitar 2 jam, saya
terbangun dan ngeberesin barang. Jam 6
pagi rombongan makan pagi. Makanan dipesan dan dimasak oleh pemilik rumah. Ngga
ada pasar di sekitar sini. Adanya warung kecil. Warga kampung biasa
memanfaatkan tumbuhan seperti singkong, pakis, daun melinjo yang ada di kebun
untuk diolah menjadi masakan. Sekilas saya menangkap momen kampung ini
bener-bener masih alami. Banyak rumah masih memiliki bangunan semi permanen. Listrik
hanya ada jam tujuh hingga 12 malam. Ketersediaan air sangat minim. Pemilik
rumah masih menggunakan tungku untuk memasak. Fasilitas umum? Saya engga
melihat ada puskesmas di sekitar situ :-(
Untunglah sinyal udah bisa dijangkau di area
ini.
Jika ada keperluan mendesak, barulah warga
turun gunung. Ongkos ojek senilai 50-60 ribu tergolong mahal. Seringkali warga
memilih jalan kaki. Profesi pemuda di sini adalah penambang emas, tetapi jika
musim hujan beralih menjadi petani.
Lokasi sekolahan |
Jalan kaki ke sekolahan |
Pukul 07.00 kami berjalan kaki 10 menitan menuju
MI Miftahussholah 2 yang lokasinya agak di atas bukit. Lengkap deh dengan kaos
kuning kami yang seraga. Kegiatan dimulai dengan upacara bendera dan sambutan
dari Pak Mista, guru sekolahan.
Upacara |
Upacara |
Terik matahari terasa menyengat. Beliau adalah
penduduk asli Kampung ini dan sudah mengajar lama walau dengan honor tak
menentu. Pak Mista tak kuasa menahan air mata saat menyampaikan sambutan. Ada
nada sedih, mengingat kondisi sekolah ini seolah masih ‘terjajah’ jaman.
Nah, kelar upacara...agenda selanjutnya
adalah koordinasi pembagian kelas. Ada selipan acara mengenai penyuluhan kesehatan
gigi untuk adik-adik. Kelompokku berjumlah 5 orang kebagian ngajar kelas.....1.
Ngajar anak usia kelas 1 SD/MI bukan hal yang mudah dan menguji ketelatenan
maupun kesabaran. Kendala utamanya adalah segi bahasa...anak-anak biasa
berkomunikasi dengan Bahasa Sunda sedangkan kami berlima ngga ada yang ngerti
basa sunda. Hehehe...tapi di situlah serunya! Ada pengalaman baru...apalagi
anak-anak kelas 1 banyak yang titipan usia TK. Belum mengerti baca tulis.
Jumlah siswa sekolah ini 56 orang tersebar 6
rombel kelas 1 sampai 6. Hanya ada 3 ruang kelas yang digunakan bergantian
dalam Kegiatan Belajar Mengajar sehari-hari. 1 ruangan lainnya digunakan
sebagai perpustakaan sekaligus ruang guru.Sekolah ini memiliki 1 kepala sekolah
dan 4 guru. Tersedia tempat wudhu serta 3 kamar mandi/wc.
“Saya
sudah ngajar di sini sejak sekolah ini masih dinding kayu Neng...sampe sekarang
berdinding tembok,” ungkap Pak Mista saat saya ngobrol dengan beliau di sela
jam istirahat.
“Dapat bantuan dari yayasan ya Pak
sekolahnya?”
“Kebanyakan mah dari komunitas...ada dari
media...dari kelompok mahasiswa...ada juga dari Pertamina. Tanahnya dari wakaf
tanah Pak Lurah. Alhamdulilah Neng, saya seneng ada yang peduli sama sekolah
ini. Saya ngga mikirin honor saya berapa, yang penting ada yang bisa saya bagi
berguna buat anak-anak di sini...”
Pak Mista, tetaplah mengabdi. Kampung
Cibuyutan butuh sosok pionir pendidikan sepertimu. Walau tanpa bekal ijazah
pendidikan tinggi, tapi ada balasan Allah kelak atas segala amal jariyahmu...
Perpisahan
Makan siang panitia, pengurus dan peserta TnT #2 |
Jam istirahat dimulai jam 12 siang sampe ashar.
Sorenya rombongan kembali ke sekolah untuk games kelompok bersama adik-adik MI
Miftahussholah. Adik-adik sudah ganti baju pake baju olahraga. Tampak banyak
ibu dari adik-adik ini ikut hadir nganterin anaknya dan nungguin anaknya dari
kejauhan. Seruuu deh game kelompok-nya banyak ketawa-ketawanya. Nah, menjelang
magrib acara penutupan dilaksanakan dengan pemberian kenang-kenangan dari
rombongan untuk sekolah. Salah satunya berupa foto presiden dan wapres, karena
keseluruhan ruangan di sekolah ini tadinya belum memiliki foto pemimpin negara.
Acara perpisahan dilanjutin dengan nyanyian adik-adik MI Miftahussholah...nyanyi
lagu perpisahan n salam-salaman bikin
sebagian kakak-kakak mengusap air mata. Aku gimana? Ya jelas donk...melankolis
gini hohoho....
Pak Mista saat memandu anak buat persiapan nyanyi jelang perpisahan |
Malamnya rombongan mengadakan malam api
unggun. Isinya perkenalan singkat masing-masing dari kami dan dilanjutin jaga
lilin idupin lilin. Satu per-satu dari kami melemparkan lilin ke api
unggun, sambil menguatarakan suatu hal yang ingin dicapai.
Ini cuplikan klip yang dibuat oleh Ka Angga n
bisa disimak karena udah di-upload ke Youtube.
Lelah menuju Kampung Cibuyutan terbayar sudah
dengan pengalaman menengok pendidikan dan kondisi masyarakat di sini. Kampung
Cibuyutan masih sangat membutuhkan uluran bantuan pemerintah maupun semua lembaga
dari berbagai lini. Semoga keterbatasan kondisi tidak memupus harapan anak
bangsa di sini untuk maju. Maju membangun daerah mereka. Karena mereka adalah
aset bagi pembangunan Kabupaten Bogor kelak.
Sesi
Traveling
Hari terakhir kami diawali dengan ‘turun
bukit’. Berhubung cuaca cerah, jalan ngga begitu curam. Barang bawaan kami bisa
dinaikkan di mobil pick up yang disewa panitia. Lumayanlah ngeringanin beban di
pundak yang sebenarnya engga seberapa berat dibanding beban hidup... #eh
beberapa bagian jalan berbatu tajam |
Jalan kaki turun bukit Cuma butuh waktu 1 jam
15 menit, jauh lebih cepet dibanding berangkatnya. Tapi tetap melewati jalan
yang sama, naik turun. Tampak 1-2 motor dan kendaraan pick up naik. Serem
ngebayangin berkendara di area terjal berbatu seperti ini. Kalo ngga lihai
bisa-bisa wassalam dah. Walaupun begitu, saya juga liat di Kampung Cibuyutan
ada anak usia SD yang jago balap, alias mahir naik motor bebek di area terjal.
Saat jalan kaki ngelewatin area tambang material |
Sampai di meeting point kami sarapan dan naik
kendaraan truk tentara menuju obyek traveling, yaitu Curug yang lokasinya di
ujung Kecamatan Cariu. Sekitar 45-60 menitan lah dari Desa Sukarasa. Untuk
menuju Curug Lalay, kami trekking 2 jam start dari tempat parkirnya kendaraan.
trekking Curug Lalai |
Saya tiba di kos pukul 21.30 malam dan
seketika langsung teringat kalo besoknya udah hari Senin dengan jam masuk kantor
jam 7 pagi hahaha....
Buat pembaca yang pengen ikutan TnT, simak
agendanya di instagram 1000 Guru maupun webnya. Ada regional daerahnya juga kok
^_^
*Dokumentasi diambil dari berbagai sumber:
Kamera Andina, Hasil jepretan Ka Angga, Ka
Alim, kaka2 peserta TnT, IG Sibugo, dan dokumentasi pribadi.
wah seru banget makan siang rame2 gitu dialasi daun, jadi ada kebersamaan ya
BalasHapusseru mbaa
HapusMasyaAllah... masih ada ya desa yang masih kekurangan seperti ini. Semoga pa Mista tetap semangat dan akan tumbuh pa mista pa mista yang lain
BalasHapussemoga
Hapuswah seru banget ya acaranya, berbagi sambil bergembira
BalasHapusseru!
HapusSeneng banget ya mbak, bisa melihat senyum siswa-siswi tersebut...duh pemandangannya
BalasHapusseneng donk hehe
Hapusjadi kangen cibuyutan.... masyaAllah
BalasHapussemoga semakin banyak dikenal masyarakat bisa membawa kebaikan di kampung itu
pernah ke sana juga ya mba :))
Hapus