Pintu n jalan Masuk |
Sepintas judul di atas ambigu. Tulisan
ini ngebahas hutan mangrove atau pantai? Soalnya ada temen yang bertanya pas
saya upload foto di jejaring medsos dengan judul yang sama.
“Itu
kamu ke pantai apa ke hutan?Pantainya indah gitu?*
Bukan pergi ke pantai, tapi ke Hutan
Bakau Mangrove. Bukan juga ke Pulau Kapuk alias kasur,bantal dan guling. Maunya
sih ku lari ke hutan lalu belok ke pantai, biar kayak puisinya Rangga di film
‘Ada Apa dengan Cinta.’
*Wes,
sak karepmu wae lah Na :p *
Tepatnya Taman Wisata Alam (TWA) Bakau
‘Mangrove’ yang berada di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara.
Kawasan PIK didominasi dengan perumahan dan bisnis, bukan terkenal dengan obyek
pantainya. Saya mencuri hari libur tahun baru hijriyah 2015 untuk nyulik kedua
kawan saya ke sana, Mba Virli dan Rina. Padahal udah bukan rahasia lagi kalo
orang Jakarta itu kurang piknik, liburan jalanan rame dan macet. Itulah yang
bikin saya kadang mager dari kos klo weekend, daripada kena macet bikin bête. Eh…tapi
kok sekarang kami ini malah urbanisasi ke Jakarta di hari libur! Sudahlah…kami
mengaku bahwa kami termasuk dalam bagian manusia kurang piknik.
Panas n silau...siang hari sich |
Ngga lain adalah pemandangan saat kami
keliling kawasan ini. Tatanan TWA cukup oke dengan desain
penginapan-penginapannya yang khas. Ada juga jembatan bambu penghubung, gazebo
maupun area penanaman mangrove yang instagram-able dan bagus untuk diabadikan.
Niat utama kami sih keliling menikmai pemandangan alam, anggap aja foto-foto
sebagai bonus. Pemandangan bakau jadi hiburan tersendiri .
hijauuu |
Kami mengandalkan kamera ponsel. Soalnya
kalo mau motret pake kamera digital atau SLR, bayar 1 juta. Mendingan jujur aja
daripada umpet-umpetan motret :-D
Kalo ngga bersedia, kamera bisa
dikandangin di dalem tas yang dititipin di tempat penitipan barang.
Dengan luas lahan hampir mencapai 100
hektar, 40% nya merupakan hutan bakau mangrove. Kami bayar Rp.25.000 per orang untuk
bisa masuk kemari. Mau naik perahu atau nanam mangrove juga bisa. Tapi bayar
lagi. Kami pilih jalan-jalan keliling aja memaksimalkan budget yang apa adanya
wkwkwk. Jalan-jalannya lumayan bikin gempor lho, di bawah terik matahari siang
jam 12. Bagi pengunjung yang bawa kendaraan, harus parkir. Oh ya, saya saranin
kalo mau kesini pagi sekalian jam 9 an atau sore sekalian biar ngga begitu
panas dan silau. Bawa kantong plastik juga buat nampung sampah pribadi.
foto foto |
tanam pakai papan nama? bisa. ada tarifnya. |
Budidaya hutan mangrove emang harus dilestarikan. Hutan bakau ni dapat menjaga daratan lumpur serta ekosistem dari pengikisan air laut. Apalagi Jakarta makin padat dengan pembangunan dan polusinya.
How
To Get There?
Kami naik kendaraan umum Commuter Line
sampai Stasiun Jakarta Kota. Nyebrang ke Halte Trans Jakarta “Jakarta Kota”,
tap kartu dan nungguin bus dengan rute Pluit-Angke. Tanyain ke petugas, lewat
PIK atau engga. Dikenakan biaya ekstra Rp.6000 bagi penumpang yang lanjut
menuju PIK. Nah, turunnya di Sekolah Buddha “Tzu Chi”. Dari situ, pengunjung
bisa jalan kaki sekitar 600 meter ke gerbang TWA Mangrove atau naik angkot
kuning dengan tarif 3000 perak.
Pulangnya juga sama, nunggu Bus
TransJakarta di depan sekolah Tzu Chi, di bawah tanda khusus pemberhentian bus.
Kalo ngga di tanda ini, busnya ngga berhenti. Beda dengan berangkatnya yang
nunggu bus hanya 15 menit, pulangnya kami harus nunggu 1 jam untuk bus
berikutnya karena busnya baru berangkat balik. Jumlah armada Bus Trans yang
melewati daerah PIK emang dikit dan ngga ada halte khusus di PIK. Penumpang
dikenakan biaya ekstra Rp.2500 bayar di atas bus.
Kami naik bus sampe luar halte Pluit
trus tansit naik bus selanjutnya. Di sini harus masuk ke dalam halte dan tap
kartu bus Trans Jakarta. Ngga hapal rute Trans Jakarta, jadinya saya banyak
nanya-nanya penumpang lain….biar ga tersesat gitu wkwkwk.
Kalo belum punya kartu bus Trans
Jakarta? Bisa kok beli di halte seharga Rp.40.000 dan berisi saldo Rp.20.000. Isi
ulangnya minimal Rp.20.000 . Sekali tap kartu/masuk halte bayarnya Rp.3500,
kalo transit ngga akan dikenakan biaya lagi selama penumpang belum keluar
halte. Kecuali kalo naik bus APTB (bus terintegrasi arah Jabodetabek) baru deh
kena biaya tambahan lagi. Kartunya bisa dipake bergantian, Mba Virli n Rina aja
bisa pakai kartuku.
hati2 entar ada uler di pohon bakau... :p:p:p
BalasHapusbener. pake kamera digital di hape aja. kl sinar matahari terik, fotonya jadi bagus juga kok.
BalasHapusternyata di Jakarta ada yang kaya ginian ya, peru banget ini ya
BalasHapus"tuh ada yang selfie, yang pasti bukan kami" trus bawahnya ada foto cewek sedang pose wakakak. BTW, itu beneran kalo pake kamera non ponsel kena sejuta? Woooogh....ngeriii
BalasHapusKayaknya nginap di situ asyik juga, Mbak. Dapetin sunset atau sunrise di hutan mangrove. . . :D
BalasHapusPenginapannya unik banget ya. Pasti asyik kalau nginep disana.
BalasHapusWih... gak gak nyangka di Jakarta ada juga yg hijau-hijau. Saya pernah berkunjung yang di daerah Sulawesi. Bedanya, tidak ada penginapan di sana
BalasHapusWaw mahal banget ya biaya kalau mau foto-foto pakai kamera selain kamera ponsel. Masa sampai sejuta gitu hu hu. Tapi tempatnya oke sih, sepertinya cocok juga buat wisata edukasi.
BalasHapustarif naik berkelilingnya lumayan mahal mbak,itu berapa lama kira-kira naiknya?
BalasHapus